<data:blog.pageName/> | <data:blog.title/> <data:blog.pageTitle/> var titletext=" Gisela Bianca's Diaries"; // TITLEBAR TEXT var repeat=true; // SET TO true TO REPEAT, false TO "TYPE" OUT TITLE ONLY ONCE. var index=0; function scrolltitle(){ if(index<=titletext.length){ document.title=titletext.substring(0, index); index++; setTimeout('scrolltitle()', 200); }else{ index=0; if(repeat)setTimeout('scrolltitle()', 1000); }} window.onload=function(){ if(!document.layers)setTimeout('scrolltitle()', 1000); }
Hello! No Ripping !
Tuesday, March 24, 2015 '
SOFT POWERS
Apakah Soft Power Merupakan Cara Terbaik dalam Mencapai National Interest ?

Joseph Samuel Nye, Jr. atau yang biasa dikenal dengan sebutan Nye adalah seorang ahli politik yang berasal dari Amerika. Beliau juga merupakan salah satu orang yang memberikan pengaruh besar dalam pengambilan kebijakan luar negeri Amerika. Dalam tulisannya yang berjudul Hard and Soft Power in American Foreign Policy, Nye ingin menyampaikan bahwa power yang dimiliki oleh sebuah negara tidak lagi bersifat konvensional yang hanya berbentuk hard power seperti penggunaan kekerasan dengan militer. Tetapi, pada masa kini sebuah negara juga memiliki soft power dimana memiliki pendekatan secara lebih halus dengan menggunakan misalnya budaya sebagai instrumennya.
Disini Nye juga menekankan bahwa salah satu contoh negara yang berhasil memadukan kedua power ini adalah Amerika. Ia juga beranggapan bahwa di dunia yang modern ini, negara lebih baik menggunakan soft power untuk mencapai national interestnya karena baginya kekuatan soft power sekarang hampir sama besarnya dengan hard power. Baginya soft power merupakan ‘getting others to want what you want.’[1] Dengan begitu, pihak lain tidak akan merasa terbebani ataupun terpaksa dengan apa yang kita lakukan karena mereka juga menginginkan hal yang sama dengan kita.
Tetapi, bagi Josef Joffe dalam tulisannya di majalah New York Times, Ia mengatakan bahwa walaupun soft power dapat memersuasi negara lain namun power tetaplah power dimana pasti ada pihak lain yang tetap tidak akan menyukai kita. [2] Contohnya seperti dalam tulisan An Unclear Attraction: A Critical Examination of Soft Power as an Analytical Category oleh Todd Hall, yaitu dalam sebuah film Amerika berjudul Black Hawk Dawn. Dimana Amerika mencoba untuk memperlihatkan bagaimana tentara Amerika di Somalia untuk menangkap 2 orang letnan yang berkhianat dan mereka terjerat dalam pertempuran yang cukup sengit. Film yang bertujuan menarik simpati bagi yang menontonnya tetapi tentu saja tidak berpengaruh terhadap orang Somalia yang menontonnya.[3] Selain itu, Joffe juga menambahkan, produk popculture yang dihasilkan oleh Amerika hanya berujung pada sekedar keinginan orang-orang melakukan hal tersebut bukan karena adanya rasa “kebersamaan” dengan Amerika melainkan hanya sekedar “ikut-ikutan” saja.[4]
Pada masa Perang Dunia I, Nye memberikan kesimpulan bahwa sebesar apapun power yang dimiliki oleh suatu negara –dimana pemegang power terbesar pada saat itu adalah Amerika- tidak membuat negara lain tidak akan berani menyerang negara tersebut. Contohnya adalah Amerika yang gagal mencegah pemboman Pearl Harbor oleh Jepang.[5] Ditambah lagi dengan masuknya era Perang Dingin dimana kepemilikan senjata nuklir yang sebenarnya dipergunakan untuk perang tetapi pada faktanya hanya untuk bargaining position saja tetapi menimnbulkan kecemasan dimana-mana. Lalu, meningkatnya rasa nasionalisme juga membuat penggunaan militer seperti melakukan penjajahan tidak lagi relevan untuk dilakukan karena membutuhkan biaya yang cukup besar.[6] Nye juga melihat bahwa akumulasi power bukan hanya dilihat dari militernya saja tetapi juga dari ekonomi suatu negara. Dari sana, Ia menegaskan bahwa tindakan kekerasan apapun yang dilakukan negara dapat melumpuhkan perekonomiannya sehingga ada baiknya negara lebih baik menggunakan soft power untuk memenuhi national interest mereka.
Meskipun penggunaan soft power dipercaya dapat mengurangi kekerasan tetapi bagi Paul Pillar dalam artikelnya yang berjudul The American Perspective on Hard and Soft Power , memang betul kekerasan akan berkurang tetapi hanya dari dalam Amerika saja. Dengan memperlihatkan bahwa Amerika merupakan tempat yang diidam-idamkan banyak orang untuk ditinggali. Dengan adanya kesan tersebut membuat orang berlomba-lomba ingin tinggal di Amerika sehingga dengan mudahnya Amerika membuat kesan seolah-olah negara lain yang membutuhkan dia. Tetapi hal ini akan membuat para anti-Amerika yang tidak suka dengan adanya kekuatan tunggal Amerika malah membuat mereka menggunakan kekerasan sebagai cara paling instan untuk memberikan pengaruh misalnya dengan menjadi teroris.[7]
            Lalu bagaimana cara menggunakan soft power tersebut? Nye disini akan memberikan contoh dengan menggunakan ideologi sebagai bentuk soft power nya. Setiap negara tentu memiliki ideologi yang dianggap terbaik untuk negaranya. Misalnya, Amerika yang menganut budaya demokrasi dan ingin negara lain turut menganut hal yang sama. Daripada ia memaksakan ideologinya untuk dianut oleh negara lain, jalur yang ia tempuh adalah dengan mewujudkan demokrasi tersebut kedalam tindakan nyata. Amerika memperlihatkan bahwa demokrasi merupakan ideologi yang baik dan pantas untuk menjadi fondasi bagi negara lain. Tindakan nyatanya dapat berupa mendengarkan negara lain di dalam institusi internasional ataupun membuat kebijakan luar negeri yang berorientasi pada perdamaian dan HAM. [8]
Tetapi, perlu kita ketahui bahwa setiap negara memiliki kedaulatan dan sistem internasional kita yang anarki membuat tidak ada yang bisa mengatur negara lain untuk melakukan hal tertentu. Jika Amerika berusaha menyebarluaskan ideologinya dengan menggunakan soft power tentu bagi negara-negara tertentu tetap tidak akan bergeming untuk pindah menganut demokrasi. Seperti yang terjadi di Korea Utara. Dimana sedari kecil masyarakat Korea Utara sudah ditanamkan untuk tidak menerima bantuan dari negara lain (ideologi juche) dan memilih untuk mengisolasi diri. Lalu bagaimana Korea Utara tetap ada hingga sekarang? Mereka menggunakan nuklir sebagai bentuk power. Dengan demikian, untuk menyeimbangi power yang dimiliki oleh Korea Utara tentu saja Amerika harus memiliki nuklir juga dimana hal tersebut sebenarnya bertentangan dengan soft power.[9]
            Kesimpulannya adalah penggunaan soft power memang bisa digunakan sebagai jalur alternatif untuk mencapai national interest tanpa melalui kekerasan. Tetapi, kembali lagi kepada negara yang memiliki kedaulatan dan sistem internasional anarki. Force of military mau tidak mau tetap harus digunakan sebagai bentuk bargaining position. Walaupun Nye sudah memberikan beberapa bukti namun ada beberapa hal yang tidak dapat dijelaskan olehnya seperti bagaimana menanggulangi kelemahan-kelemahan soft power tersebut.
Nye sudah cukup jelas dalam menyampaikan argumen-argumennya dengan bantuan menggunakan data kualitatif. Untuk memperoleh pengetahuan mengenai soft power yang digunakan oleh Amerika dalam kebijakan luar negerinya, tulisan ini cukup menjelaskan dengan data-data yang cukup lengkap dan singkat. Tetapi sangat disayangkan, penulis belum memberikan penjelasan secara lebih mendetail kelebihan soft power daripada hard power karena di dalam tulisannya pun penulis masih mengakui bahwa peranan hard power masih sangat dibutuhkan.

Referensi

Joffe, J. (2006, May 14). The Perils of Soft Power. Retrieved October 22, 2014, from New York Times: http://www.nytimes.com/2006/05/14/magazine/14wwln_lede.html?pagewanted=all&_r=0
Joseph S. Nye, J. (2011). Hard and Soft Power in American Foreign Policy. In P. R. Viotti, & M. V. Kauppi, International Relations Theory (pp. 109-117). Pearson.
Lee, G. (n.d.). A Theory of Soft Power and Korea’s Soft Power Strategy. 4.
Pillar, P. R. (2011, January 4). The American Perspective on Hard and Soft Power. Retrieved October 22, 2014, from The National Interest: http://nationalinterest.org/blog/paul-pillar/the-american-perspective-hard-soft-power-4669




[1] Merupakan salah satu kutipan Nye yang dikenal luas. Joseph S. Nye, J. (2011). Hard and Soft Power in American Foreign Policy. In P. R. Viotti, & M. V. Kauppi, International Relations Theory,pp. 112. Pearson.

[2] Joffe, J. (2006, May 14). The Perils of Soft Power. Retrieved October 22, 2014, from New York Times: http://www.nytimes.com/2006/05/14/magazine/14wwln_lede.html?pagewanted=all&_r=0.
[3] Hall, T. (2010). An Unclear Attraction: A Critical Examination of Soft Power as an Analytical Category. Chinese Journal of International Politics, 189-211.
[4] Joffe, op. cit.
[5] Nye, op. cit., p. 110.
[6] Nye, op. cit., p. 110.
[7] Pillar, P. R. (2011, January 4). The American Perspective on Hard and Soft Power. Retrieved October 22, 2014, from The National Interest: http://nationalinterest.org/blog/paul-pillar/the-american-perspective-hard-soft-power-4669
[8] Nye, op. cit., p. 113.

[9] Lee, G. (n.d.). A Theory of Soft Power and Korea’s Soft Power Strategy. 4.






Me

Gisela Bianca
I LOVE to be ME
a Saggitarius Girl
International Relations student ;
was 'OSIS 08' Marie Joseph JHS ;
was VLODZ announcer ;
was BVOICE announcer ;
Belieber since July 2009
YOLO


Cravings
Last update:

Beloved
Click Here to See

♥♥

Sorry if i miss out you; tag me


Confession here !


Special Thanks To :
KaCaangs !
Vita Chandra
Michael Adam
Agnes Trismuria
Cynthia
Vanessa Jacobus